CERITAKU SUATU MALAM
By: papateladansipni
didedikasikan untuk almamater kampus biru (_____________)
Catatan pengarang :
-
cerita ini dimaksudkan untuk selalu mengingatkan penulis agar selalu
memperbaiki diri sendiri.
-
Betapa seringnya kita mengabaikan perubahan pada diri, seakan
sudah menjadi baik dengan berusaha mengharap dan menuntut yang lain berubah dan
Walaupun kita sudah berbuat benar, tapi adakalanya tetap disalahkan. Jangan
risau, allah Allah tetap akan mencintai yang benar. (Aa Gym)
Kamis
malam, 11 Desember 2014, kurang lebih pukul 19.00 wib. Saya ditugaskan untuk
menghadiri kegiatan rutin yasinan setiap malam Jumat. Saya menurut dan akhirnya
saya berangkat dengan motor vega putih andalan saya. Sesampainya di tempat
tujuan, ternyata baru ada satu tamu dan terlihat beliau belum turun dari sepeda
motornya tanda beliau juga baru tiba.
Begitu
saya tiba, seperti biasa saya langsung menghadapkan si vega ke luar. Si tamu pertama tadi terheran dan bertanya “
kenapa koq gitu?” sayapun menjawab “aiih, biasalah, biar mudah keluar”
(tentunya masih banyak alasan lain selain itu). Di rasa benar, tamu pertama pun
ikut menghadapkan sepeda motornya ke luar. Kemudian sayapun memperhatikan
tamu-tamu yang hadir beberapa waktu kemudian. Ternyata, sebagian tamu-tamu itu
juga ikut menghadapkan sepeda motornya keluar dan hanya sedikit sekali yang
tidak.
Ups! Seketika
saya jadi teringat dengan kondisi institusi pendidikan tempat saya diberi
kesempatan untuk berkarya. Kondisi tersebut jauh berbeda. Sebagai manusia
biasa, saya mengupayakan untuk melakukan dan memberikan yang terbaik dari
hal-hal terkecil yang bisa saya lakukan. Seperti membiasakan sepatu dan si vega
selalu menghadap keluar apabila parkir. Terkadang juga merapikan sandal atau
sepatu, memisahkannya dari milik laki-laki dan perempuan.
Satu
hal yang menurut saya unik adalah adanya perbedaan antara masyarakat umum yang
notabene…..hmmm mungkin hanya tamat SMA atau bahkan SMP, mau mengikuti sesuatu
perubahan dengan alasan yang logis “agar mudah keluar”. Namun, koq justru di
lingkungan pendidikan sebesar dan semegah institusi saya ini, yang notabene
tenaga pengajarnya dan tenaga administrasi dan tata usahanya telah mendapat
gelar SARJANA, lengkap dengan AKTA IV yang entah didapat dengan cara apa,
justru tidak melakukan hal apapun ketika diberikan stimulus semacam itu. Bahkan
jika saya boleh jujur, rapi dan tertib pun tidak. Sepatu parkir dan berserakan
tidak karuan…motor parkir nyaris di depan pintu, sisa makanan dan bungkusnya
berserakan di dalam kantor, dan menurut saya sama sekali tidak menunjukkan
nilai-nilai ketertiban yang dapat dicontoh oleh siswa.
Perbedaan
perilaku antara tenaga pengajar dan staff dengan masyarakat umum tadi cukup
menggelitik bagi saya dan membuat saya berhipotesis bahwa “tingkat pendidikan
tidak menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku” (meskipun saya juga menyadari bahwa kejadian
sesaat tersebut tidak cukup kuat untuk dijadikan hipotesis dan diperlukan
kajian lebih lanjut)
Saya
jadi berfikir, bagaimana mungkin kita bisa melakukan hal-hal yang besar jika
hal yang kecil saja tidak tidak dapat dilaksanakan? Bagaimana mungkin kita
dapat menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk jika pada saat pagi dan sesaat
bekerja berkata “aduh, pusing saya” kemudian meninggalkan pekerjaan tersebut
dan keluar mencari makan di luar jam istirhat?
Hahahahahahahahaha……………,
rasanya lucu sekali.